TII Bongkar Ketidakwajaran Sewa Pesawat Pribadi KPU pada Pilpres 2024: Diduga Terjadi Markup Hingga Rp 19,29 Miliar



Transparansi Internasional Indonesia (TII) menunjukkan ada hal aneh terkait proses pemesanan pesawat jets swasta oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Pilpres 2024. Menurut TII, dana pemilu senilai Rp 71 triliun tahun ini memiliki potensi memunculkan peluang bagi praktik suap di bidang pembelian dan penyiapan.

Agus Sarwono dari TII mengatakan bahwa KPU kurang jujur dan terbuka saat membagi-bagikan detail tentang proses penyewaan pesawat pribadi ke masyarakat.

“Bila kita merujuk pada pemilu-pemilu sebelumnya, telah ditemukan berbagai macam kasus penyuapan yang berkaitan dengan proses penyelenggaraannya seperti pembelian stiker untuk surat suara, pemesanan kotak suara, memberi suap kepada pejabat BPK, membeli polis asuransi bagi anggota KPU, bahkan sampai mengenakan bayaran tambahan kepada kontraktor KPU,” ungkap Agus Sarwono melalui pernyataan tertulis hari ini, Senin (28/4).

Dia meratapi fakta bahwa KPU tak memberikan detail tentang pembelian pesawat pribadi ke publik. Selama RDP bersama DPR, tampaknya KPU menyembunyikan beberapa data penting mengenai hal tersebut.

Dengan menggunakan sistem informasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) yang dibuat oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), TII mengidentifikasi sebuah proyek bernama pembelian sewa dukungan kendaraan distribusi logistik dengan nomor 53276949 dan nilai sebesar Rp 46.195.659.000. Organisasi ini mencurigai ada hal-hal tidak biasa terkait rencana umum pengadaannya.

Karena itu, paket pengadaan tersebut tidak menggambarkan dengan jelas tipe kendaraan yang bakal dipakai oleh KPU. Mengingat besarnya dana untuk sewa, mestinya dari awal pihak KPU telah memastikan kendaraan seperti apa yang dibutuhkan.

” Ini menunjukkan bahwa ada masalah dalam perencangan pengadaan yang dilakukan KPU,” kata Agus.

Kecurigaan tambahan yang disampaikan oleh Agus adalah tentang pembelian paket untuk menyewa kendaraan dengan cara e-purchasing. Meskipun pendekatan ini membuat proses pemilihan pemasok menjadi lebih mudah, tetap saja terdapat risiko adanya fee tidak resmi dari para pemasok tersebut.

Ia tak memungkiri, banyak contoh kasus korupsi pengadaan yang menggunakan metode e-purchasing. Sebab, sistem e-purchasing cenderung tertutup, publik tidak dapat mengetahui bagaimana proses penawaran terjadi, termasuk alasan mengapa penyedia tertentu yang dipilih.

Ketidaksesuaian lainnya muncul dalam pengumuman RUP untuk penyewaan dukungan kendaraan logistik, yang diumumkan cukup lambat setelah proses pengadaan telah diselesaikan. Menurut dokumen RUP tersebut, pengumumannya baru dibuat tanggal 1 November 2024, sementara pelaksanaannya sudah berlangsung pada Januari-Februari 2024.

Pengumuman RUP sepertinya hanya untuk menyelesaikan formalitas dalam proses pengadaan yang sesungguhnya memiliki masalah. Terdapat keraguan bahwa pengadaan pesawat pribadi benar-benar timbul saat tahap pemilihan legislatif sedang berjalan,” jelas Agus.

Agus pun menyatakan bahwa penerbangan menggunakan pesawat swasta milik KPU tak sesuai dengan tujuannya lantaran terjadi setelah pendistribusion Logistik pemilihan sudah sampai di wilayah tersebut. Sebab, pengiriman barang-barang untuk pemilu hingga ke ibu kota kabupaten atau kota telah rampung pada tanggal 16 Januari 2024.

Selanjutnya, pada periode 17 Januari hingga 13 Februari 2024 merupakan tahap distribusi dari kabupaten/kota ke tempat pemungutan suara (TPS). Sementara itu, penggunaan private jet oleh KPU terjadi pada Januari hingga Februari 2024.

“Disebutkan adanya dugaan bahwa private jet tersebut sebenarnya tak dimanfaatkan untuk keperluan logistik pemilu. Hal ini makin menguatkan kemungkinan ada kerugian bagi negara terkait dengan kontrak penyewaan private jet,” papar orang itu.

TII juga mengamati data menggunakan aplikasi Monitoring dan Evaluasi Lokal (AMEL) dari LKPP. Berdasarkan pemeriksaannya, terdapat dua kontrak untuk penyedia yang sama. Dia mencurigai bahwa perusahaan tersebut mengerjakan dua paket proyek dalam satu RUP.

Perusahaan yang dimaksud adalah PT Alfalima Cakrawala Indonesia, perusahaan ini khusus menawarkan jasa sewa pesawat pribadi. Anehnya, PT Alfalima Cakrawala Indonesia sendiri hanya didirikan pada tahun 2022.

Menurut dia, karena berdiri hanya selama dua tahun dan belum memiliki pengalaman sebelumnya sebagai penyedia pada proyek-proyek pemerintah, perusahaan tersebut malah dipilih Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengurus kontrak sewa pesawat swasta.

“Jika ditelusuri melalui situs Sistem Informasi Penyedia di website LKPP, perusahaan ini justru dikualifikasikan sebagai usaha kecil,” paparnya.

Selain itu, Agus mengatakan bahwa jumlah keseluruhan dana untuk kedua perjanjian tersebut mencapai kira-kira Rp 65,495 miliar. Sementara itu, pada Rencana Usulan Anggaran Pekerjaan (RUP) besarnya hanya sekitar Rp 46,195 miliar. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan hinggaRp 19,299 miliar.

Dengan adanya selisih tersebut, muncul dugaan adanya praktik mark-up dalam pengadaan sewa private jet. Terlebih, adanya dua kontrak yang berbeda, TII menyimpulkan bahwa setidaknya KPU menyewa dua unit private jet.

“Perlu dilacak lebih jauh ke dalam dokumen kontrak yang lebih rinci dan tidak dapat ditemukan di setiap dokumen publik,” tandasnya.

Saat ini, KPU RI belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang dikirimkan berkaitan dengan temuan TII mengenai adanya keraguan tentang penyewaan pesawat jetswan itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright 2025 REEL MASTER
Powered by WordPress | Mercury Theme