Tiga saudara kandung, yakni Mudlikah, Fadlolin, dan Moh. Ikhwan Efendi, telah mengajukan gugatan terhadap sebuah perguruan tinggi swasta yang berlokasi di timur Surabaya. Gugatan ini berkaitan dengan hak milik tanah mereka di wilayah Segorotambak, Sedati, Sidoarjo. Tanah seluas 19.500 meter persegi itu, setara hampir dua hektar, pernah dikendalikan oleh ayah mereka, Chamim, pada tahun 1980-an.
Namun selama proses transaksi itu disinyalir terjadi kekeliruan Administratif yang mengakibatkan tuntutan hukum. Menurut Johan Irawan, sang pengacara untuk Mudlikah dan koleganya, gugatan ini muncul setelah Chamim wafat di awal tahun 1990-an.
Setelah pergi Chamim, tiga saudara itu dikunjungi oleh tim perguruan tinggi. Tim perguruan tinggi menjelaskan bahwa mereka sebelumnya sudah membeli lahan dengan luasan kurang lebih 2 Ha dari Chamim.
Kehadiran tim dari perguruan tinggi untuk melanjutkan transisi hak atas tanah dari pemegang saham Chamim kepada institusi tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan persetujuan dari seluruh pewaris yang berhak.
“Klien kami diharuskan menandatangani dokumen, namun mereka tidak disampaikan isi dari dokumen tersebut maupun maksudnya untuk apa,” jelas Johan.
Ketidaktahuan tersebut menyebabkan Mudlikah beserta adik-adiknya menyetujui permintaan dari kampus. Pihaknya mengaku bahwa sebelumnya memang terdapat proses jual beli antara Chamim dengan kampus.
Akan tetapi, saudara Mudlikah tidak memiliki informasi yang pasti tentang rincian transaksinya. Karena kekurangan pengetahuan ini, mereka merasa dirugikan oleh pihak kampus.
“Diharapkan, klien kami akan diakui sebagai pemegang hak legal atas lahan itu,” jelasnya.
Mereka meminta supaya universitas mereturnkan tanah yang terletak di area Bandara Internasional Juanda Surabaya itu ke tangan keluarga Mudlikah. Jika tanah tak kunjung dikembalikan, institusi pendidikan tersebut harus membayar kompensasi.
Estimasi harga tanah yang diproyeksikan sangat penting itu diperkirakan sebesar satu juta rupiah per meter persegi. Dengan demikian, mengingat ukuran tanahnya mendekati dua hektare, Johan menyatakan bahwa nilai tanah dapat menembus angka 19,5 miliar rupiah.
“Ini sesungguhnya adalah dugaan yang diajukan oleh klien kita. Karena pada dasarnya terdapat sejumlah ketidaksesuaian dalam mekanisme penyerahan hak atas tanah,” jelasnya.
Pada saat yang sama, pengacara dari Universitas North Carolina, Inggris, bernama Ingrit Carolina, memilih untuk tidak mengkonfirmasi apa-apa. Ia tak mau berkomentar atau membantah tentang tuntutan yang disampaikan oleh keluarga Mudlikah.
“Kami menolak,” kata Inggrit dengan tegas ketika disuarakan.