Kualitas udara di Jakarta menjadi yang terburuk kelima di dunia pada Senin pagi (2/6/2025), menurut data situs pemantau kualitas udara IQAir.
Mengutip
Antara
di hari yang sama, pada pukul 05.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Kota Jakarta adalah 140 atau masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif partikel halus (particulate matter/PM) 2.5.
Kota dengan kualitas udara terburuk di dunia adalah Addis Ababa, Etiopia dengan indeks kualitas udara 164.
Lalu, kota dengan kualitas udara terburuk kedua adalah Dhaka, Bangladesh dengan indeks 160.
Disusul, Kota Kinshasa, Kongo dengan indeks kualitas udara 156.
Merujuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, kualitas udara yang buruk ini bisa berasal dari emisi kendaraan, limbah asap industri, pembangkit listrik, aktivitas pertanian (seperti penggunaan insektisida dan pestisida berlebihan), kebakaran hutan, serta aktivitas domestik (seperti penggunaan AC dan cat).
Dampak kualitas udara yang buruk bagi kesehatan
Kemenkes RI juga menjelaskan bahwa kualitas udara yang buruk bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan meliputi:
-
Gangguan mata
Kualitas udara yang jelek dan tidak baik bisa memicu beberapa gangguan di mata bagi individu yang mengalaminya, seperti iritasi, kondisi mata kering, peradangan selaput lendir mata (konjungtivitis) atau mata menjadi merah, serta kerusakan saraf optik akibat glaukoma.
-
Peradangan hidung
Peningkatan konsentrasi polutan PM2.5 dalam udara dapat memicu iritasi atau peradangan pada lapisan dalam hidung, yang dikenal sebagai rhinitis.
Gejalanya berupa hidung tersumbat, bersin dan gatal pada hidung, disertai dengan keluarnya ingus secara berlebihan.
-
Penyakit asma
Dampak kualitas udara yang buruk dapat meningkatkan serangan asma, yaitu peradangan paru-paru kronis yang menyebabkan penyempitan pada saluran pernapasan.
Tanda-tandanya mencakup batuk, kesulitan bernapas, serta bunyi mengi ketika pernafasan.
-
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Eksposur terhadap polutan dan asap rokok dalam jangka panjang bisa mengakibatkan PPOK atau gangguan pernapasan yang bersifat persisten.
Sama seperti serangan asma, PPOK juga penyakit paru-paru kronis yang disebabkan oleh penyempitan saluran pernapasan dalam jangka panjang.
Perbedaannya, PPOK bersifat progresif dan tidak dapat dikembalikan ke kondisi awalnya.
Tanda-tandanya meliputi kesulitan bernapas serta batuk dengan mengeluarkan lendir, gejala tersebut cenderung terus-menerus dan dapat menyebabkan kematian.
-
Kanker paru-paru
Dampak kualitas udara yang buruk juga bisa memicu
kanker paru-paru
.
Hal ini karena polusi udara mengandung zat-zat karsinogenik, seperti karbon dioksida (CO2), partikel ozon dan asap rokok.
Jika terhirup dan terpapar terus-menerus dalam waktu lama, dapat memicu timbulnya sel-sel kanker pada paru-paru.
-
Penyakit kardiovaskular
Partikel polutan dalam polusi udara yang dihirup dapat masuk ke dalam aliran darah melalui jantung dan paru-paru.
Akibatnya, pembuluh darah dapat menjadi lebih keras dan sempit, sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
-
Kanker kulit
Debu, asap serta partikel-partikel udara yang terkontaminasi, apabila melekat di kulit dan menghalangi pori-pori, bisa memicu berbagai permasalahan pada kulit.
Apalagi jika polutan yang mengandung zat-zat berbahaya ini terserap oleh kulit dalam waktu lama, bisa meningkatkan risiko timbulnya kanker kulit.
-
Gangguan pada kehamilan
Dampak kualitas udara yang buruk dapat menyebabkan peradangan, stres oksidatif, yang mengendap di plasenta janin dalam kandungan.
Hal itu dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan, kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah hingga kematian.
-
Gangguan kognitif
Polusi udara ternyata bisa merusak otak dengan mengganggu proses pembelajaran dan ingatan, selain itu juga menambah resiko terkena demensia bagi penderitanya.
Sesudah menyadari ancaman dari polusi udara terhadap kesehatan, menjadi wajib bagi kita untuk melakukan tindakan guna menekan pencemaran udara serta efeknya di lingkungan rumah kita sendiri.