PIKIRAN RAKYAT
– Tension antara India dan Pakistan semakin meningkat usai serangan dahsyat di area Pahalgam, Jammu, serta Kashmir. Kejadian tersebut merenggut nyawa 25 turis berasal dari India dan juga seorang penduduk setempat pada hari Selasa. Sampai saat ini pelaku pemboman masih menjadi misteri, namun hal tersebut sudah mengundang respons tegas dari kedua negera bersamaan dengan riwayat perselisihan mereka yang cukup lama.
Dalam merespons kejadian itu, India menerapkan sejumlah tindakan keras, salah satunya dengan mencabut Indus Waters Treaty (Perjanjian Air Indus) yang sudah ada semenjak 1960. Perjanjian internasional yang difasilitasi oleh Bank Dunia ini membagi penggunaan air dari keenam sungai penting di Daerah Aliran Sungai Indus antara India dan Pakistan. Ini adalah kali pertama dalam catatan historis bahwa India tanpa persetujuan unilaterally mengakhiri perjanjian semacam itu.
Perdana Menteri India, Narendra Modi, memimpin pertemuan khusus Komite Keamanan Kabinet sebelum menyatakan pencabutan perjanjian tersebut. Tidak berhenti sampai di situ, India mengekspelasi penasihat militer Pakistan dari kedubes Pakistan di Islamabad, mereduksi jumlah pegawai diplomatis asal Pakistan, serta mengakhiri sementara pelayanan visa untuk warga negara Pakistan, termasuk program visa yang terdapat dalam bingkai kerjasama SAARC.
Pemerintah India mengharuskan semua penduduknya yang ada di Pakistan untuk kembali dengan cepat dan menutup satu-satunya jalur lalu lintas darat resmi di perbatasan Wagah-Attari.
Di pihak lain, Pakistan juga bereaksi dengan cepat melalui tindakan serupa. Pemerintahan di Islamabad mengumumkan bahwa tak terdapat pasal tertentu dalam Perjanjian Air Indus yang bisa digunakan untuk menangguhkannya secara sepihak. Mereka mendeskripsikan sikap India sebagai “terburu-buru” dan memberi peringatan bahwa segala usaha pengalihan atau penyekapan arus air menuju Pakistan bakal diperlakukan seperti ‘serangan militer’.
Tindakan penting lainnya adalah pembatalan Pakistan atas Penyanggahan Perjanjian Simla dari tahun 1972, dokumen utama yang biasanya digunakan sebagai landasan untuk menyelesaikan perselisihan melalui jalur diplomatik serta mempertahankan respek terhadap Line of Control (LoC), area perbatasan kontroversial di Kashmir. Putusan ini dibuat saat Rapat Komite Keamanan Nasional Pakistan berlangsung dengan perdana menteri Shehbaz Sharif pada kepemimpinannya dan hadir pula para pemimpin militer tertinggi negeri itu.
Di luar pengusiran attache pertahanan India serta penurunan jumlah pegawai diplomatis di kedutaan besar India di Islamabad, Pakistan juga memblokir jalannya di sepanjang garis batas Attari-Wagah, mencabutan semua kegiatan dagang dua arah beserta urusan bisnis tiga pihak yang melewati daerah mereka.
Istanbul juga telah mengakhiri pelayanan visanya untuk semua warga negara India dalam Rencana Pengecualian Visa SAARC, dengan pengecualian khusus bagi jamaah Sikh. Selain itu, ruang udara Pakistan ditutup sepenuhnya terhadap setiap pesawat baik yang dimiliki maupun dikelola oleh India.
Tension between these two nuclear-armed nations has further exacerbated the situation in South Asia, an area that for decades has been marred by prolonged conflicts over the region of Kashmir. Since gaining independence from Britain in 1947, India and Pakistan have gone to war three times, with two of those wars involving Kashmir.
Para analis dalam bidang hubungan internasional mengkritik keputusan untuk menunda beberapa kesepakatan bilateral yang sudah lama menjadi fondasi bagi kolaborasi terbatas antar dua negeri tersebut. Mereka khawatir hal ini bisa meningkatkan ketidakstabilan di daerah setempat serta mendapatkan respon keras dari masyarakat global. Khususnya, pembatalan Perjanjian Air Sungai Indus dicurigai bakal memiliki dampak signifikan kepada industri pertanian dan pasokan air di Pakistan, sebuah negara yang amat bergantung pada debit sungai berasal dari wilayah India.
Hingga saat ini, tidak ada pernyataan resmi tentang kewajiban terkait serangan di Pahalgam. Meskipun demikian, India mengkritik organisasi militan yang berasal dari wilayah Pakistan sebagai pelaku utama dibalik kejadian tersebut—pernyataan semacam ini umum disampaikan pada kasus-kasus mirip sebelumnya. Di sisi lain, Pakistan menyangkal tudingan tersebut dan meminta agar dilakukan investigasi secara bebas.
Komunitas global, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menghimbau agar kedua pihak menunjukkan disiplin diri dan kembali ke pembicaraan guna mencegah situasi semakin memburuk. Tetapi dengan dibatalkannya sejumlah kesepakatan vital serta ekspulsi para duta besar, prospek meredanya ketegangan sepertinya belum terlihat dalam waktu dekat.