BPJS Kesehatan: Menjelaskan Pasti Kasta Rawat Inap Standar (KRIS)


,

JAKARTA – Perpres No. 59 tahun 2024 mensyaratkan bahwa pelaksanaan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) oleh BPJS Kesehatan harus dimulai tidak melebihi tanggal 1 Juli 2025. Ini berarti sampai batas akhir 30 Juni 2025, pihak pemerintahan perlu menjamin seluruh rumah sakit sudah sesuai dengan ketentuan dari 12 aspek KRIS tersebut.

KRIS merupakan pedoman minimal bagi pasien dirawat inap dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sejahtera (JKN-KIS). Konsep ini menggantikan sistim kelas yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan dengan memberikan layanan dasar seragam kepada semua pengguna. Bagi mereka yang enggan menerima fasilitas perawatan berdasarkan kelas standar tersebut, dapat memilih opsi skema koordinasi manfaat (CoB) melalui asuransi komersial. Mereka harus membayar premi sendiri dan bagian dari biaya itu nantinya dikembalikan ke BPJS Kesehatan.

Selanjutnya, berdasarkan informasi dari Departemen Kesehatan, tercatat ada sekitar 3.240 rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, lebih dari 2.715 rumah sakit, yaitu sebesar 83,7%, telah menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Rumah sakit tersebut mencakup 1.068 fasilitas kesehatan milik pemerintah serta 1.647 fasilitas kesehatan swasta. Fasilitas-fasilitas ini lah yang direncanakan untuk bisa mengimplementasikan KRIS.

Akan tetapi, dalam praktiknya, baru 2.554 rumah sakit yang telah mengisi persiapan pelaksanaan KRIS melalui aplikasi RS Online. Bahkan, hanya 1.436 rumah sakit saja yang sudah mencapai 12 kriteria KRIS (kewajiban siap menerapkannya pada 1 Juli 2025), setara dengan 57,28%.

Sementara itu, dari jumlah tersebut, terdapat 786 rumah sakit yang hanya memenuhi 9 sampai 11 kriteria KRIS, setara dengan 30,78% total. Diperkirakan barulah akan mencapai 12 kriteria pada akhir tahun 2025.

Selanjutnya, terdapat 189 rumah sakit (sekitar 7,40%) yang hanya memenuhi antara 5 hingga 8 kriteria KRIS, 46 rumah sakit (kira-kira 1,80%) yang baru mencapai sebanyak 1 sampai dengan 4 kriteria tersebut, dan juga 70 rumah sakit lainnya (lebih kurang 2,47%) tidak memenuhi satupun dari kriteria KRIS. Rumah Sakit yang paling optimal pun hanya dapat menaati hingga delapan aturan KRIS harus berusaha lebih keras lagi agar bisa menerapkan seluruh dua belas kriteria KRIS secara keseluruhan di penghujung tahun 2025.

Berdasarkan kondisi yang terjadi di lapangan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menganggap penting adanya fleksibilitas dalam pelaksanaan KRIS.

“Sesungguhnya, jika kami ingin mencapai 90% [rumah sakit] menyelesaikan [memenuhi 12 kriteria], kami mengusulkan perpanjangan masa berlaku hingga 31 Desember 2025 mulai bulan Juni,” ujar Budi saat melakukan Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI pada hari Senin (26/5/2025).

Pada saat yang sama, Ketua Badan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, mengidentifikasi hambatan di lapangan terkait dengan alokasi dana rumah sakit untuk mencapai 12 standar KRIS.

“Sebagian besar mereka berada di rumah sakit umum daerah. Anggarannya masih menunggu persetujuan dari pemerintahan setempat,” jelas Abdul.

Salah satu dari 12 standar KRIS berkaitan dengan kerapatan area perawatan serta mutu tempat tidur. Standar ini mensyaratkan bahwa di setiap ruangan tidak boleh melebihi empat tempat tidur. Ketentuan itu membuat Abdul menyimpulkan adanya implikasi yaitu bisa jadi akan mengurangi kapasitas total tempat tidur, sehingga dapat mempengaruhi kemudahan akses terhadap pelayanan perawatan rumah sakit.

Di luar aspek adaptasi infrastruktur rumah sakit, Abdul juga menyoroti pengaruh perubahan tarif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat terjadi KRIS.

Menurut dia, bisa jadi nanti kualitas pelayanan kesehatan menurun untuk kelompok peserta seperti Pekerja Penerima Upah dari Penyelenggara Negara (PPU PN), PPU Badan Usaha (BU), serta Pekerja Bukan Penerima Upah Mandiri. Mereka membayar premi yang lebih tinggi daripada peserta di segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Pekerja Bukan Penerima Upah daerah (PBPU).

“Lalu, mungkin akan terjadi kenaikan iuran yang bisa mempengaruhi kemampuan membayar untuk kelompok PBPU Kelas 3,” jelasnya.

Di samping itu, Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani mengidentifikasi adanya ancaman signifikan terhadap kondisi finansial BPJS Kesehatan jika KRIS diberlakukan tanpa mempertimbangkan persiapan fasilitas kesehatan.

Politikus dari partai NasDem mengamati bahwa fasilitas rumah sakit saat ini masih kurang memadai karena jumlah kamar tidak cukup untuk menerima layanan sepenuhnya. Bahkan, satu ruangan bisa berisikan hingga 12 orang pasien.

“Bila quota perawatan di rumah sakit berkurang untuk pasien yang dirawat inap, BPJS akan mengalami kerugian besar. Sebab, fasilitas perawatan inap menjadi kurang memadai. Hal ini dapat menimbulkan kegaduhan, dimana pasien tidak mendapatkan tempat tidur dan ruangan pun tak mencukupi. Dari segi lain, hal tersebut membuat popularitas BPJS merosot drastis,” jelasnya dengan tegas.

Hingga April 2025, rasio klaim dari program JKN BPJS Kesehatan naik signifikan ke angka 106,6%, sementara tingkat perlindungan Dana Jaminan Sosial (DJS) menurun menjadi hanya sekitar 3,05 bulan. Di akhir tahun 2024, nilai rasionya berada pada titik 105,9%, dengan durasi proteksi dana mencapai 3,38 bulan.

Pada RKAT BPJS Kesehatan, diperkirakan bahwa rasio klaim pada akhir tahun 2025 akan meningkat menjadi 111,8%, sedangkan daya tahan Dana Jaminan Sosial (DJS) berkurang hingga hanya sekitar 0,62 bulan.

Untuk mencegah ketakutan tersebut menjadi kenyataan, Irma berpendapat bahwa pemerintah perlu mengambil tindakan keras dengan memberikan dispensasi mirip dengan apa yang telah diterapkan pada beberapa rumah sakit yang sebenarnya tidak dapat memenuhi standar KRIS karena kondisi mereka.

Oleh karena itu, langkah pertamanya adalah dengan mengumpulkan semua pihak terlebih dahulu agar proses dapat dijalankan secara bertahap. Komisi IX setuju hal tersebut. Jika Bapak Menkes menyebutkan durasi waktu yang dibutuhkan, maka kami akan menanyakannya kepada Bapak tentang berapa lama Bapak merencanakan untuk menyelesaikannya, khususnya bagi rumah sakit yang telah disebutkan dan tidak mungkin dipertimbangkan untuk ditingkatkan sesuai standar.

12 Persyaratan Utama Standar KRIS sebagaimana diatur dalam Pasal 46A Ayat (1) Perpres 59/2024:

1. Bahan konstruksi yang dipakai harus rendah akan tingkat kebocoran air atau daya serapnya.

2. Ventilasi udara

3. Pencahayaan ruangan

4. Kelengkapan tempat tidur

5. Lemari pakaian

6. Temperatur ruangan

7. Tempat tidur perawatan diatur sesuai dengan jenis kelamin, usia (anak atau dewasa), dan tipe penyakit (infeksi atau tidak).

8. Ketumpatan area perawatan serta standar kasur (setiap ruangan berisi 4 tempat tidur)

9. Sekat pembatas di antara area-tempat tidur

10. Kamar buang air dalam area perawatan rumah sakit

11. Ruang toilet mencapai standar keterjangkauan.

12. Outlet oksigen

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright 2025 REEL MASTER
Powered by WordPress | Mercury Theme